LIGAIDN – Timnas Italia sedang berada dalam situasi yang pelik. Setelah memecat Luciano Spalletti menjelang laga kualifikasi Piala Dunia melawan Moldova, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) justru kesulitan mencari pengganti. Claudio Ranieri, yang semula menjadi target utama, memilih menolak tawaran tersebut.
Keputusan Ranieri menuai reaksi dari Arrigo Sacchi, mantan pelatih Timnas Italia. Sacchi menegaskan bahwa menjadi bagian dari skuad nasional adalah sebuah kewajiban moral. Baginya, tidak ada alasan untuk menolak panggilan membela negara.
Situasi ini semakin rumit dengan minimnya kandidat yang bersedia mengambil alih. FIGC kini beralih ke sejumlah legenda seperti Gennaro Gattuso, Daniele De Rossi, dan Fabio Cannavaro. Namun, Sacchi mengingatkan bahwa melatih Timnas Italia bukanlah tugas mudah.
Sacchi Kecewa dengan Penolakan Ranieri
Arrigo Sacchi tidak menyembunyikan kekecewaannya atas penolakan Claudio Ranieri. Menurutnya, Timnas Italia seharusnya diperlakukan dengan lebih baik. Sacchi menyoroti betapa pentingnya komitmen terhadap tim nasional.
Ia juga mengkritik insiden pemain yang menolak panggilan Spalletti sebelum laga melawan Norwegia. Bagi Sacchi, tindakan seperti itu tidak pantas mengingat timnas adalah representasi seluruh rakyat Italia.
“Saya membaca ada pemain yang menolak panggilan Spalletti dan bahkan berdebat dengannya. Sekarang Ranieri, yang sudah sepakat, tiba-tiba mundur. Timnas ditinggalkan tanpa pelatih dan dalam kekacauan total. Italia layak diperlakukan lebih baik,” ujar Sacchi kepada Gazzetta.
“Saya tidak tahu alasannya, tapi menolak timnas itu tidak bisa diterima. Ini kewajiban moral untuk menjawab panggilan tersebut,” tegasnya.
Gattuso, De Rossi, dan Cannavaro Jadi Opsi FIGC
Dengan Ranieri mundur dan Stefano Pioli lebih memilih Fiorentina, FIGC mulai mempertimbangkan legenda-legenda seperti Gattuso, De Rossi, dan Cannavaro. Sacchi enggan berkomentar mendalam soal kualitas mereka.
Namun, ia mengingatkan bahwa melatih Timnas Italia membutuhkan lebih dari sekadar pengalaman sebagai pemain. Tantangan seperti seleksi pemain, manajemen tekanan, dan peran sebagai psikolog harus dihadapi.
“Saya tidak mau menilai kemampuan mereka. Mereka adalah juara dunia 2006 dan pasti punya darah biru di nadinya. Tapi menjadi pelatih Italia itu rumit, percayalah pada orang yang pernah duduk di bangku itu,” kata Sacchi.
“Mereka harus bisa memilih pemain, melatih, mengelola tekanan, dan menjadi psikolog. Ini bukan hal mudah,” tambahnya.
Sacchi Buka Peluang untuk Mancini
Roberto Mancini, pelatih yang membawa Italia juara Euro 2020, disebut-sebut bisa kembali ke Coverciano. Sacchi menilai Mancini layak diberi kesempatan kedua meski sempat memilih melatih Arab Saudi.
Menurut Sacchi, kesalahan adalah hal manusiawi asalkan tidak diulangi. Mancini dianggap telah membuktikan kemampuannya dengan memberikan identitas jelas pada Timnas Italia.
“Setiap orang bisa salah, dan Mancini juga melakukannya. Tampaknya dia menyadarinya, itu menunjukkan ia bisa melakukan introspeksi,” ujar Sacchi.
“Yang penting tidak mengulangi kesalahan. Mancini, menurut saya, layak dicoba lagi. Trofi terakhir kami diraih berkat dirinya. Setelah kesuksesan itu, yang ada hanyalah kegelapan,” pungkasnya.
Leave a Reply